FintalkUpdate News

Terungkap Mayoritas Pemain Judi Online Berpenghasilan di Bawah Rp5 Juta

Judi online kian marak di kalangan masyarakat. Data dan pengamatan terbaru menunjukkan mayoritas pelaku berasal dari kelompok dengan penghasilan di bawah Rp5 juta per bulan.

Pemerintah terus menyuarakan keprihatinan terhadap maraknya judi online di Indonesia, terutama karena mayoritas pelaku berasal dari kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Berdasarkan temuan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 71,6% masyarakat yang melakukan judi online berpenghasilan di bawah Rp 5 juta dan memiliki pinjaman di luar pinjaman perbankan, koperasi dan kartu kredit.

Temuan ini terungkap dalam dalam Program Mentoring Berbasis Risiko (Promensisko). Promensisko bertujuan memperkuat kapasitas pemangku kepentingan dalam memahami pola, mendeteksi dini, dan merespons secara efektif tindak pidana pencucian uang berbasis digital.

“Terbukti, pada tahun 2023 dari total 3,7 juta pemain, 2,4 juta diantaranya memiliki pinjaman tersebut, angka ini naik pada tahun 2024 menjadi 8,8 juta pemain dengan 3,8 juta diantaranya memiliki pinjaman,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dikutip dari siaran pers Promensisko 2025, Kamis (8/5/2025).

“Judi online saat ini bukan hanya masalah hukum, tetapi juga masalah sosial dan ekonomi. Banyak korban berasal dari kalangan ekonomi lemah yang tergiur janji imbal hasil cepat,” ujar Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, dalam konferensi pers, Selasa (6/5).

Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat adanya korelasi antara tekanan ekonomi dengan peningkatan aktivitas judi daring, terutama sejak pandemi COVID-19. Ketidakstabilan ekonomi dan tingginya angka pengangguran telah membuat sebagian masyarakat mencari ‘peluang cepat’ tanpa mempertimbangkan risiko hukum dan finansialnya.

Sementara itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2024 hingga awal 2025, aliran dana terkait judi online mencapai lebih dari Rp 35 triliun. Transaksi paling dominan terjadi pada malam hari, dengan metode pembayaran yang beragam, termasuk dompet digital dan rekening atas nama pinjaman.

Read More  Peran Penting Sistem Manajemen Keselamatan dan Penghargaan Industri

“Para pelaku ini rata-rata menggunakan penghasilan sehari-hari untuk bermain. Bahkan ada yang rela menjual barang pribadi, meminjam dari pinjol, atau menggunakan uang kebutuhan rumah tangga,” kata Ivan Yustiavandana. Ia menambahkan bahwa efek domino dari judi online sering kali berujung pada konflik keluarga, hutang menumpuk, dan gangguan kesehatan mental.

Untuk menanggulangi masalah ini, pemerintah menggandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, dan penyedia jasa internet untuk memperkuat sistem pelaporan dan pemblokiran situs serta rekening terkait judi online. Hingga kuartal pertama 2025, Kominfo telah memblokir lebih dari 1,5 juta konten judi daring yang tersebar di berbagai platform digital.

Sementara itu, kriminolog dari Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, menjelaskan bahwa judi online memberi dampak sosial serius, termasuk kehancuran ekonomi keluarga dan peningkatan tindak kriminal seperti pencurian dan penipuan. “Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi juga masalah sosial yang bisa merusak generasi muda,” tegasnya.

Pemerintah saat ini tengah menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengawasan Perjudian Digital yang akan memperketat pengawasan dan memberi sanksi lebih tegas bagi pelaku dan pihak yang memfasilitasi praktik ini.

Back to top button